Pages

Secangkir Udara

Dia yang terabaikan
Hanya udara saja
Ya, hanya udara saja
Dan maaf
Aku hanya membiarkan cangkir itu kosong
Hanya penuh dengan udara
Bukan kopi yang dulu sering kita minum

Tergeletak di meja
Terpantul pita kaca
Maaf kotak kopi ini berdebu
Karena kopi yang tak terseduh

Kini kuseduh secangkir kopi untukmu
Bukan lagi udara saja
Untuk secangkir kopi lagi selanjutnya
Kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya
Mari menikmati kopi lagi
:)

Pita Kaca

Pita kaca
Kulihat matamu berubah warna
Menjadi sepi kata-kata
Dimana emas yang dulu pernah kita timbang bersama?

Warna-warna
Pelangi memburam dimakan senja
Menjadi diam suara-suara
Dimana Matahari yang pernah kita lukis bersama?

Langit senja,
Selimutku terlalu tipis untuk menghalau udara.
Dingin yang berkecamuk dalam ruang-ruang hampa,
Sedangkan kita hanya bisa berbicara melalui kotak kaca,
Dan pita suara. Diam tak punya nada.

Puisi jiwa?
Sudah sampai disinikah teriakanmu pada semesta?
Liukan yang merendah dan hilang tiba-tiba.
Disana!
Atau disana?
Cahaya yang ditimpa nestapa karena kepedihan dan tawa tak pernah sempat tersampaikan.
Karena setiap detik hanya kita tukar pada rayuan keletihan dan tidak pernah sampai pada penghayatan.
Disana!
Atau disana?
Waktuku, waktumu!
Waktu yang disita musim empat warna.

Aku juga sama.

Sementara kopi kita menunggu diatas meja.
Menjadi dingin kemudian.
Menjadi dingin sendirian.

Maukah kau menghangatkannya lagi?
Untukku.